Skripsi pidana pdf
Bila hutang benda dapat dilunasi maka setiap saat ia dapat berhenti menjadi hamba. Dan tidak berhak menetapkan berapa lama orang yang bersalah itu menghamba untuk melunasi hutang dendanya adalah raja yang berkuasa. Pidana denda juga dikenal di beberapa masyarakat tradisional di Indonesia, misalnya didaerah Teluk Yos Sudarso Irian Jaya seorang yang melanggar ketentuan hukum adat dapat dikenakan hukuman sanksi antara lain membayar denda berupa bekerja untuk masyarakat5.
Di Tapanuli, jika pembunuh tidak dapat membayar uang salah, keluarga yang terbunuh menyarankan untuk dijatuhi hukuman mati, maka pidana mati dilaksanakan 6. Sedangkan di Minangkabau, dikenal hukum balas membalas, yaitu siapa yang mengucurkan darahnya.
Hal ini menurut pendapat konservatif dari Datuk Ketemanggungan, eksekusi dilaksanakan di muka umum dengan cara ditikam. Dalam beberapa ketentuan di KUHP terdapat pula suatu tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana kurungan atau denda tanpa dialternatifkan dengan pidana penjara.
Pidana kurungan dan denda tersebut ada yang diancamkan secara tunggal dan ada yang secara alternatif. Kejahatan yang hanya diancam dengan pidana denda saja ditentukan dalam Pasal yakni paling banyak Rp. Pidana tunggal dan pidana alternatif sebagai pengganti atau pilihan pidana penjara tidak signifikan dalam KUHP sehingga yang menonjol adalah ancaman pidana penjara.
Setelah mengetahui tujuan pemidanaan, hakim wajib mempertimbangkan keadaan- keadaan yang ada disekitar si pembuat tindak pidana, apa dan bagaimana pengaruh dari perbuatan pidana yang dilakukan, pengaruh pidana yang dijatuhkan bagi si pembuat pidana dimasa mendatang, pengaruh tindak pidana terhadap korban serta banyak lagi keadaan lain yang perlu mendapatkan perhatian dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana.
Disini sikap memilih pidana denda benar-benar atas pertimbangan hakim secara cermat dan obyektif dan praktis daripada pidana perampasan kemerdekaan pidana penjara atau karena memperhitungkan untung rugi pidana denda dibandingkan dengan pidana penjara. Ketentuan yang mengatur pidana denda ini dicantumkan dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal Dengan begitu dapat dilakukan oleh setiap orang yang sanggup membayarnya.
Pengaturan Pidana Denda di Indonesia Rancangan KUHP, sebagai ancaman hukum nasional, banyak menjanjikan berfungsinya pidana denda yakni pidana denda ditentukan paling banyak berdasarkan kategori dan ditentukan pidana minimumnya; pidana denda untuk korporasi; pertimbangan kemampuan terpidana dalam penjatuhan pidana denda; pidana denda yang dapat dibayar secara mencicil dan jika pidana denda tidak dibayar, maka dapat diambil dari kekayaan atau dapat diganti dengan pidana kerja sosial, pidana pengawasan, atau pidana penjara yang ditentukan berdasarkan perhitungan dan ukuran-ukuran tertentu; dan pidana pidana denda bagi anak yang melakukan tindakan pidana.
Dalam hal terjadinya nilai uang, ketentuan pidana dalam RUU KUHP relative memadai dengan rincian, sebanyak pasal ditentukan ancaman pidana penjara tunggal, 40 pasal ditentukan ancaman pidana.
Hal yang menarik dalam pidana denda antara lain ditetapkannya jumlah denda berdasarkan kategori dan pembayaran denda dapat di angsur. Apabila tidak ditentukan minimum khusus maka pidana denda paling sedikit seribu lima ratus rupiah. Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori, yaitu : 1 Kategori I, seratus lima puluh ribu rupiah 2 Kategori II, tujuh ratus lima puluh ribu rupiah 3 Kategori III, tiga juta rupiah 4 Kategori IV, tujuh juta lima ratus ribu rupiah 5 Kategori V, tiga puluh juta rupiah 6 Kategori VI, tiga ratus juta rupiah c.
Pidana denda paling banyak untuk korporasi adalah kategori lebih tinggi berikutnya. Pidana denda paling banyak untuk korporasi yang melakukan tindak pidana yang diancam dengan : 1 Pidana penjara paling lama 7 tahun sampai dengan 15 tahun adalah denda kategori V.
Lokasi Penelitian Bertitik tolak pada judul yang Penulis angkat pada skripsi ini, maka tempat dan lokasi penelitian yang Penulis lakukan adalah di Makassar. Sumber Data Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa bahan hukum yang terdiri dari : a Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang bersifat mengikat berupa Peraturan Perundang-undangan yang releven, yaitu antara lain : 1 Undang-Undang Dasar 2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana b Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang menjelaskan bahan hukum primer berupa literature, pandangan para pakar yang berkaitan dengan pidana denda, serta sumber-sumber lainnya yang bisa dijadikan pedoman dalam penulisan skripsi ini.
Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan dengan 2 cara yakni melalui metode penelitian kepustakaan Library Research dan metode penelitian lapangan Field Research. Metode penelitian lapangan Field Research , yaitu penelitian yang dilakukan dilapangan dengan pengamatan langsung.
Dalam hal ini, Penulis melakukan wawancara dengan akademisi dan juga praktisi hukum. Analisis data Penganalisisan data merupakan tahap yang paling penting dalam penelitian hukum normative. Pengolahan data pada hakekatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi bahan-bahan hukum tertulis Soerjono Soekanto, ; Teknik analisis data adalah suatu uraian tentang cara-cara analisis, yaitu dengan kegiatan mengumpulkan data kemudian diadakan pengeditan terlebih dahulu, untuk selanjutnya dimanfaatkan sebagai bahan analisis yang sifatnya kualitatif.
Dalam penelitian ini Penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif, maka analisis data yang digunakan adalah analisis data kualitatif. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengolahan data yang pada hakekatnya untuk mengadakan sistemasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis.
Sesuai dengan jenis data yang deskriptif maka yang digunakan teknik analisis data kualitatif, yaitu dengan mengumpulkan data, mengkualifikasikan, kemudian menghubungkan teori yang berhubungan dengan masalah dan akhirnya menarik kesimpulan untuk menetukan hasil.
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengelolah hasil penelitian menjadi suatu laporan. Dari penjelasan di atas, maka Penulis menganalisis data serta teori- teori yang telah ada untuk kemudian dihubungkan dengan ketentuan- ketentuan mengenai bagaimana penerapan pidana denda di Indonesia, kemudian menjawab pertanyaan mengenai eksistensi pidana denda dalam pidana dan pemidanaan di Indonesia.
Dari mulai Pasal sampai Pasal untuk kejahatan Buku II dan dari mulai Pasal sampai Pasal untuk pelanggaran Buku III , perumusannya adalah pidana penjara tunggal, pidana penjara dengan alternatife denda, pidana kurungan tunggal, pidana kurungan dengan alternatife denda, dan pidana denda yang diancamkan secara tunggal. Minimum pidana denda adalah Rp.
Di luar KUHP adakalanya ditentukan dalam 1 atau 2 pasal bagian terakhir dari perundang-undangan tersebut, untuk norma-norma tindak pidana yang ditentukan dalam beberapa pasal yang mendahuluinya. Didalam KUHP sebelum dirubah pasal , maksimum denda yang tertinggi diancamkan terdapat dalam pasal , yaitu Rp Untuk beberapa perundang-undangan hukum pidana, ketentuan dalam Pasal 30 ayat 2 KUHP tidak diterapkan.
Hal ini terutama ditentukan kepada penyelesaian tindak pidana dimana titik berat penyelesaiannya diharapkan untuk kelancaran pengisian kas Negara, memperbesar pendapatan Negara, dan pengembalian uang Negara.
Pengaturan pidana denda dalam KUHP ditentukan dalam pasal 10 dan pasal Pasal 30 mengatur mengenai pola pidana denda. Ditentukan bahwa banyaknya pidana denda sekurang-kurangnya Rp.
Jika dijatuhkan pidana denda, dan pidana denda tidak bayar, maka diganti dengan pidana kurungan. Lamanya pidana kurungan pengganti tersebut sekurang-kurangnya satu hari dan paling lama 6 bulan. Dalam RUU KUHP, pidana denda betul-betul dijadikan pidana pokok, baik sebagai alternative pidana penjara maupun pidana tunggal untuk pidana ringan. Sebagai pidana alternative, diharapkan pidana denda juga dapat diartikan sebagai penderitaan bagi pelaku tindak pidana.
Jika dilihat dari perkembangan sistem pidana di Indonesia, juga dibandingkan dengan perkembangan sistem pidana denda dinegara-negara lain, Indonesia dapat dikatakan Negara yang tertinggal dalam pengaturan dan penerapan pidana denda. KUHP yang berlaku di Indonesia itu sendiri memiliki kelemahan-kelemahan, antara lain: 1 Pidana denda dapat dibayarkan atau ditanggung oleh pihak ketiga sehingga pidana denda yang dijatuhkan tidak secara langsung dirasakan oleh terpidana dan pada akhirnya tujuan pemidanaan tidak tercapai.
Disebutkan bahwa pidana denda sebagai salah satu sarana dalam politik kriminal tidak kalah efektif dengan jenis pidana lain. Pidana denda merupakan pidana berupa sejumlah uang yang wajib dibayar oleh terpidana berdasarkan putusan pengadilan. Jika tidak ditentukan minimum khusus maka pidana denda paling sedikit Rp. Pidana denda paling banyak ditetapkan berdasarkan kategori, yaitu: a. Kategori I Rp 1. Kategori II Rp 7. Kategori III Rp Kategori IV Rp Kategori V Rp Kategori VI Rp 3.
Pidana penjara paling lama 7 tujuh tahun sampai dengan 15 lima belas tahun adalah pidana denda kategori V; b.
Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling lama 20 dua puluh tahun adalah pidana denda kategori VI. Pidana denda paling sedikit untuk korporasi adalah pidana denda kategori IV. Dalam hal terjadi perubahan nilai uang, ketentuan besarnya pidana denda ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam penjatuhan pidana denda, wajib dipertimbangkan kemampuan terpidana.
Dalam menilai kemmpuan terpidana, wajib diperhatikan apa yang dapat dibelanjakan oleh terpidana sehubungan dengan keadaan pribadi dan kemasyarakatan.
Ketentuan mengenai pertimbangan kemampuan terpidana tidak mengurangi untuk diterapkan minimum khusus pidana denda yang ditetapkan untuk tindak pidana tertentu. Pidana denda dapat dibayar dengan cara mencicil dalam tenggang waktu sesuai dengan putusan hakim. Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan tersebut tidak memungkinkan, maka pidana denda yang tidak dibayar tersebut digantikan dengan pidana kerja social, pidana pengawasan, atau pidana penjara, dengan ketentuan pidana denda tersebut tidak melebihi pidana denda kategori I.
Lamanya pidana pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah: a. Untuk pidana kerja sosial pengganti, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat 3 dan ayat 4 ;21 b. Untuk pidana pengawasan, paling singkat 1 satu bulan dan paling lama 1 satu tahun; c.
Untuk pidana penjara pengganti, paling singkat 1 satu bulan dan paling lama 1 satu tahun yang dapat diperberat paling lama 1 satu tahun 4 empat bulan jika ada pemberatan pidana denda karena perbarengan atau karena adanya faktor pemberatan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal Perhitungan lamanya pidana pengganti didasar pada ukuran, untuk setiap pidana denda Rp 2.
Jika setelah menjalani pidana pengganti, sebagian pidana denda dibayar, maka lamanya pidana pengganti dikurangi menurut ukuran yang sepadan. Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan tidak dapat dibayar penuh, maka untuk pidana denda di atas kategori I yang tidak dibayar diganti dengan pidana penjara paling singkat 1 satu tahun dan paling lama sebagaimana diancamkan untuk tindak pidana yang bersangkutan.
Jika pengambilan kekayaan atau pendapatan tidak dapat dibayar penuh, maka untuk korporasi dikenakan pidana pengganti berupa pencabutan izin usaha atau pembubaran korporasi. Kosmik ; Akram,Fahyar, Darmin, Fadli,Adnan,Ibo, dkk Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan dalam bentuk penyajian maupun dalam bentuk penggunaan bahasa.
Maka dengan kerendahan hati, penulis mengharakan kritik, saran ataupun masukan yang sifatnya membangun dari berbagai pihak guna menyempurnakan skripsi ini kedepannya dan dapat bermanfaat bagi semua orang. Akhir kata, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada diri sendiri penulis pribadi semoga Allah SWT senantiasa menilai perbuatan kita sebagai amal ibadah dan senantiasa meridoi segala aktifitas kita semua, Amin Yaa robbal alamin. Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Kegunaan Penelitian Konsep Perlindungan Hukum dalam Hukum Pidana Pengertian Perlindungan Hukum Bentuk-bentuk Perlindungan Hukum Pengertian Delik dan Unsur-Unsurnya Pengertian Delik Unsur-unsur Delik Delik Kekerasan Pengertian Delik Kekerasan Kekerasan dalam KUHP Berdasarkan Motif Kekerasan Berdasarkan Tempat Kekerasan Berdasarkan Pelaku Kekerasan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Lokasi Penelitian Jenis dan Sumber Data Teknik Pengumpulan Data Teknik Analisis Data Latar Belakang Dewasa ini kemajuan dalam penegakan hukum mendapatkan dukungan seluruh bangsa di dunia.
Kemajuan tersebut dapat diketahui dari banyaknya instrumen hukum nasional dan internasional yang digunakan untuk mendukung terciptanya tujuan hukum berupa kedamaian dan ketertiban di masyarakat. Tujuan yang ingin dicapai oleh hukum tersebut sangat diharapkan untuk memberikan perlindungan hukum bagi hak-hak. Isu hak asasi manusia selanjutnya disingkat HAM adalah isu utama yang sedang dibahas oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia.
Dari sekian banyak hal pokok yang banyak disoroti oleh bangsa-bangsa di seiuruh dunia adalah perbuatan kekerasan terhadap perempuan sebagai salah modus operandi kejahatan. Kekerasan terhadap perempuan merupakan salah satu bentuk perbuatan yang bertentangan dengan sendi-sendi kemanusiaan. Hukum pidana sebagai salah satu instrumen hukum nasional yang merupakan produk pemikiran manusia yang sengaja dibuat untuk meiindungi korban dari semua bentuk kejahatan.
Pembentukan hukum sebagai instrumen untuk melindungi hak-hak individu dan masyarakat sangat relevan dan terkait dengan program untuk melindungi perempuan dari tindak kekerasan. Keterkaitan tersebut sangat mendalam dengan perlindungan hukum terhadap hak asasi manusia.
Muladi, 33 Perempuan merupakan salah satu individu yang mengemban misi ganda dalam kehidupan bermasyarakat. Misi pertama perempuan adalah pelanjut keterunan yang tidak dapat diganti oleh kaum laki-laki.
Misi kedua perempuan adalah sebagai seorang ibu yang merupakan salah satu alasan mendasar mengapa perempuan perlu mendapatkan perhatian yang khusus untuk dilindungi dan dihormati hak-haknya.
Dalam kenyataanya kedudukan perempuan masih dianggap tidak sejajar dengan laki-laki, perempuan sering menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga seperti kekerasan fisik, fsikis sampai pada timbulnya korban jiwa.
Pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa selama ini perempuan masih ditempatkan pada posisi marginalisasi. Perempuan tidak sebatas objek pemuas seks kaum laki-iaki yang akrab. Aroma Eimana Martha, Tindak kekerasan terhadap perempuan khususnya dalam rumah tangga berkisar dari bentuk yang ringan sampai yang berat juga mengenal modus operandinya. Berita-berita tentang meningkatnya tindak kekerasan terhadap perempuan dalam tahun-tahun terakhir ini sudah sangat memprihatinkan masyarakat.
Persamaan tersebut dapat diketahui dari banyak fenomena dalam masyarakat yang menggambarkan bahwa tingkat kejahatan semakin meningkat dan hal ini juga berpengaruh terhadap kejahatan kekerasan terhadap perempuan. Peningkatan tindak kekerasan terhadap perempuan dari waktu ke waktu tidak dapat dielakkan dengan berbagai bentuk perubahan sebagai pendorongnya. Di Indonesia tindak kekerasan terhadap perempuan secara umum merupakan masalah yang banyak dialami oleh banyak perempuan, karena masalah ibarat sebuah piramid yang kecii pada puncaknya tetapi besar pada bagian dasarnya, sebab untuk mendapatkan angka yang pasti sangatlah sulit.
Terlebih jika tindak kekerasan tersebut terjadi dalam rumah tangga, karena masalah tersebut masih dianggap tabu dan masih. Hal ini menunjukkan masih banyak korban perempuan kekerasan dalam rumah tangga menutup mulut dan menyimpan persoalan tersebut rapat-rapat.
Perlindungan hukum pada perempuan dari tindak kekerasan, khususnya kekerasan telah diatur dalam berbagai instrumen hukum nasional. Perbuatan yang memenuhi unsur delik dalam Pasal-pasal tersebut pelakunya dapat dikategorikan melakukan tindak kekerasan ini sebagian bersifat umum.
Instrumen hukum belum mampu menjadi dasar untuk menjamin adanya perlindungan hukum bagi Kaum perempuan. Dalam Penjelasan umum Undang-Undang No. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat.
Kekerasan dalam rumah tangga selanjutnya disingkat KDRT adalah persoalan yang rumit untuk dipecahkan. Atau, bisa jadi pula, pelaku menyadari bahwa perbuatan yang dilakukannya merupakan tindakan KDRT. Hanya saja, pelaku mengabaikannya lantaran berlindung diri di bawah norma-norma tertentu yang. Kekerasan tidak hanya muncul disebabkan karena ada kekuatan tetapi juga karena ada kekuasaan.
Di Indonesia, secara legal formal, ketentuan ini mulai diberlakukan sejak tahun Dengan adanya ketentuan ini, berarti negara bisa berupaya mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan melindungi korban akibat KDRT, Sesuatu hal yang sebelumnya tidak bisa terjadi, karena dianggap sebagai persoalan internal keluarga seseorang.
Pasalnya, secara tegas dikatakan bahwa, tindakan kekerasan fisik, psikologis, seksual, dan penelantaran rumah tangga penelantaran ekonomi yang dilakukan dalam lingkup rumah tangga merupakan tindak pidana. Tindakan-tindakan tersebut mungkin biasa dan bisa terjadi antara pihak suami kepada istri dan sebaiiknya, ataupun orang tua terhadap anaknya. Sebagai undang-undang yang membutuhkan pengaturan khusus, selain berisikan pengaturan sanksi pidana, undang-undang ini juga.
Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa ketentuan ini adalah sebuah terobosan hukum yang sangat penting bagi upaya penegakan HAM, khususnya perlindungan terhadap mereka yang selama ini dirugikan dalam sebuah tatanan keluarga atau rumah tangga.
Perlindungan yang diharapkan oleh korban adalah perlindungan yang dapat memberikan rasa adil bagi korban. Kekerasan dalam rumah tangga yang mayoritas korbannya dalah perempuan pada prinsipnya.
Perlindungan hukum terhadap perempuan korban tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga masih menimbulkan masalah terutama mengenal ketentuan dalam hukum pidana yang mensyaratkan suatu tindak pidana hanya dapat dillakukan penuntutan karena adanya pengaduan.
Masalah pengaduan merupakan suatu hal yang amat sulit dilakukan oleh korban kerena dengan melaporkan tindak pidana kekerasan yang terjadi terhadap dirinya akan menimbulkan perasaan malu jika aib dalam keluarganya akan diketahui oleh masyarakat. Di sisi lain aparat penegak hukum tidak dapat memproses kasus tindak pidana kekerasan jika tidak ada pengaduan dari pihak korban.
Penegakan hukum pidana dalam hal ini perlindungan korban belum dapat dilakukan secara optimal terutama dalam pemberian sanksi kepada pelaku. Perlindungan terhadap korban membutuhkan suatu pengakajian yang lebih mendalam mengenal faktor penyebab terjadinya tindak pidana kekerasan terhadap korban perempuan, upaya penanggulangan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat serta kendala apa saja yang dihadapi oleh aparat penegak hukum dalam melaksanakan undangundang yang memberikan perlindungan terhadap korban perempuan.
Terdapat beberapa kasus yang menjadi dasar pertimbangan perlunya perlindungan kekerasan terhadap perempuan sebagaimana data yang dikemukakan Komisi Nasional Komnas Perempuan, seperti pemukulan, penyiksaan secara fisik terus menerus, bahkan sampai pada kekerasan fisik yang mengakibatkan korban tidak dapat melaksanakan aktivitasnya sehari-hari seperti korban Nur Jazilah.
Angka kekerasan terhadap perempuan di kota Makassar terbilang banyak, terhitung tahun terdapat kasus pengaduan diantara terdapat 22 kasus kekerasan dalam rumah tangga. Berdasarkan latar belakang tersebut Penulis tertarik mengkaji tentang bentuk perlindungan hukum terhadap perempuan yang menjadi korban tindak kekerasan dalam rumah tangga kota Makassar dalam suatu proposal.
Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka beberapa hal yang menjadi pokok permasalahannya adalah: 1. Apakah upaya-upaya perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga? Apakah kendala penegakan hukum dalam mengimplementasikan perlindungan korban kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga? Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuannya adalah: 1. Untuk mengetahui upaya perlindungan hukum yang diberikan terhadap perempuan sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga 2.
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini, yaitu: 1. Memberikan informasi dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada khususnya yang berkaitan dengan masalah yang dibahas dalam penelitian ini. Dapat digunakan sebagai literatur tambahan bagi yang berminat untuk meneliti lebih lanjut tentang masalah yang dibahas dalam. Menjadi masukan bagi para pengambil kebijakan khususnya yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap perempuan sebagai korban tindak pidana kekerasan terhadap perempuan dalam rumah tangga.
Konsep Perlindungan Hukum dalam Hukum Pidana 1. Pengertian Perlindungan Hukum Menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun tentang PKDRT pada Pasal 1 ayat 4 sebagai berikut : "Perlindungan hukum adalah segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga,. Bentuk-bentuk Perlindungan Hukum Hukurn pidana sebagai hukum yang dibuat untuk mengatur ketertiban dalam masyarakat pada dasarnya memiliki dua bentuk perlindungan hukum yaitu perlindungan hukum preventif dan perlindungan hukum represif.
Kedua bentuk perlindungan hukum tersebut dalam persfektif hukum pidana pada dasarnya merupakan bagian dari kebijakan kriminal. Adanya keterkaitan antara bentuk perlindungan hukum dengan kebijakan kriminal. Untuk menegakkan hukum pidana tidak dapat dilepaskan dari peran negara sebagai institusi yang kewenangannya dapat mengaktifkan penegakan hukum pidana dalam masyarakat.
Barda Nawawi Arief, Perlindungan Hukum dalam KUHP Perlindungan korban dalam hukum pidana positif di Indonesia lebih banyak merupakan perlindungan abstrak dalam arti perlindungan tidak langsung.
Adanya perumusan tindak pidana dalam berbagai peraturan perundang-undangan,. Dikatakan demikian oleh karena tindak pidana menurut hukum pidana positif tidak dilihat sebagai perbuatan menyerang kepentingan seseorang korban , secara pribadi dan konkret, akan tetapi hanya dilihat sebagai pelanggaran norma atau tertib hukum in absracto. Akibatnya perlindungan korban juga tidak secara langsung dan in concreto, tetapi hanya in abstracto.
Dengan demikian dapat dikatakan sistem sanksi dan pertanggungjawaban pidananya tidak secara langsung dan konkret tertuju pada perlindungan korban, hanyalah perlindungan secara tidak langsung dan abstrak. Barda Nawawi Arief, 79 Model perlindungan yang diinginkan oleh korban adalah model perlindungan yang bukan hanya memberikan sanksi setimpal kepada pelaku sebagai pertanggungjawaban pelaku atas tindak pidana yang dilakukan terhadap korban tetapi juga perlindungan dalam bentuk konkret nyata.
Sebenarnya KUHP sebagai salah satu ketentuan hukum pidana positif telah mengatur tentang perlindungan kepada korban tindak pidana. Pasal 14 c KUHP menentukan tentang peluang hakim untuk menetapkan syarat khusus kepada terpidana guna mengganti kerugian yang ditimbulkan oleh adanya tindak pidana yang dimaksud. Dalam kenyataan, penetapan ganti kerugian ini masih belum diterapkan secara maksimal karena mengandung beberapa kelemahan antara lain Barda Nawawi Arief, 82 : a.
Penetapan ganti rugi ini tidak dapat diberikan oleh hakim sebagai sanksi yang berdiri sendiri di samping pidana pokok, tapi hanya dapat dikenakan dalam hal hakim bermaksud menjatuhkan pidana bersyarat. Penetapan syarat khusus berupa ganti rugi ini pun dapat diberikan apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama satu tahun atau pidana kurungan. Syarat khusus berupa ganti rugi ini pun menurut KUHP hanya bersifat fakultatif, tidak bersifat imperatif.
Pendapat tersebut memang sesuai dengan kenyataan di lapangan karena dalam pasal 14c itu sendiri ditentukan secara khusus bahwa, syarat istimewa ini hanya dapat diberikan oleh hakim dalam putusan pidana penjara lebih dari tiga bulan atau kurungan dalam perkara pelanggaran. Akan tetapi ditetapkan pula bahwa penjatuhan pidana bersyarat dimaksud hanya dapat dijatuhkan dalam hal pidana tidak lebih dari satu tahun dan kurungan yang bukan penggati Benda.
Jadi, pidana penjara lebih dari satu tahun dan kurungan pengganti denda tidak mungkin dijatuhkan dengan syarat. Jika dicermati ketentuan Pasal 14c KUHP bukan bermaksud memberikan perlindungan kepada korban, melainkan masih berorientasi pada tujuan pemidanaan yang mengarah pada pembinaan kepada pelaku. Hal ini dapat dimaklumi karena ketentuan tersebut adalah dalam rangka penjatuhan pidana yang tepat kepada pelaku tindak pidana.
Padahal dalam hukum pidana modern, penjatuhan pidana harus bertujuan memperbaiki kerusakan individual dan sosial yang diakibatkan oleh tindak pidana. Sebenarnya dalam KUHP, perlindungan kepada korban juga tersirat dalam Pasal 14a dan 14b pada pokoknya memberikan batasan tentang syarat-syarat untuk dapat dijatuhkan pidana bersyarat kepada pelaku tindak pidana. Dengan memperhatikan syarat yang dimaksud, maka.
Pengertian Delik dan Unsur-unsurnya 1. Dalam Bahasa jerman disebut delict, dalam Bahasa Perancis disebut delit, dan dalam Bahasa Belanda disebut delict. Leden Marpaung, Dalam Kamus Bahasa Indonesia, arti delik diberi batasan sebaga berikut: "Perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan. Dari kata strafbaar feit, para pakar hukum pidana menerjemahkan istilah tersebut dengan berbagai istilah serta perumusan yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang masing-masing atau sesuai dengan aliran hukum pidana yang dianut.
Menurut Pompe Lamintang, , perkataan stafbaar feit itu secara teoritis dapat dirumuskan sebagai : "Suatu pelanggaran norma gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, di mana penjatuhan hukuman terhadap pelaku tersebut adalah perlu demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum atau sebagai de normovertredingen verstoring der rechtsorde , waaran overtreder schuld heft en waarvan de bestraffing dienstig is voor de handhaving der rechts orde en de behartiging van het algemeen welzfin".
Utrecht, memakai istilah peristiwa pidana karena istilah peristiwa itu meiiputi suatu perbuatan handeien atau doen atau suatu melalaikan verzuim atau nalaten maupun akibatnya keadaan yang ditimbulkan oleh karena perbuatan atau melalaikan itu , dan peristiwa pidana adalah suatu peristiwa hukum, yaitu suatu peristiwa kemasyarakatan yang membawa akibat yang diatur oleh hukum. Vos Martiman Prodjohamidjojo, 16 merumuskan bahwa strafbaar felt itu adalah suatu kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-undangan.
Tresna 29 mendefinisikan strafbaar felt sebagai peristiwa pidana yaitu suatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan. Kata strafbaar artinya dapat dihukum. Arti harfiahnya ini tidak dapat diterapkan dalam bahasa sehari-hari karena yang dapat dihukum adalah. Oleh sebab itu, tindak pidana adalah tindakan manusia yang dapat menyebabkan manusia yang bersangkutan dapat dikenai hukum atau dihukum.
Menurut Moeljatno: "tiap-tiap perbuatan pidana harus terdiri dari unsur-unsur lahir , oleh karena itu perbuatan yang mengandung kelakuan dan akibat yang ditimbulkan adalah suatu kejadian dalam alam lahir. Di samping kelakuan dan akibat untuk adanya perbuatan pidana, biasanya diperlukan juga adanya hal ihwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan". Leden Marpaung, Dalam ilmu hukum, ada perbedaan antara istilah "pidana" dengan istilah "hukuman".
Sementara menurut Muladi dan Barda Nawawi Arief, istilah "hukuman" yang merupakan istilah umum dan konvensional, dapat mempunyai arti yang luas dan berubah-ubah karena istilah itu dapat berkonotasi dengan bidang yang cukup luas. Istilah tersebut tidak hanya sering digunakan dalam bidang hukum, tetapi juga dalam istilah seharihari di bidang pendiriikan, moral, agama, dan sebagainya.
Oleh karena pidana merupakan istilah yang lebih khusus, maka perlu ada pembatasan pengertian atau makna sentral yang dapat menunjukan ciri-ciri atau sifat-. Adami Chazawi, 79 : Wirjono Prodjodikoro 50 menyatakan bahwa tindak pidana itu adalah suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukuman pidana.
Selain itu, Moeljatno Marlina, 77 mendefinisikan bahwa: "delik sebagai perbuatan pidana sebagai perbuatan yang dilarang oleh aturan hukum, larangan mana disertai ancaman sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
Larangan ini ditujukan kepada perbuatan suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan orang sedangkan ancaman pidana ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian tersebut". Unsur-unsur Delik Dalam Hukum Pidana diperlukan pemenuhan unsur-unsur delik sebagai acuan untuk mengukur kesalahan seseorang atau badan hukum subyek hukum pidana.
Setiap perbuatan harus memenuhi unsur delik kejahatan dan pelanggaran yang dasarnya terikat pada asas legalitas sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat 1 kitab Undang-undang Hukum Pidana, sebagai berikut: "Tiada suatu perbuatan pidana yang dapat dihukum, melainkan atas kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana secara tertulis yang ada terdahulu dari pada perbuatan itu". Dengan demikian, apabila salah satu unsur dari perbuatan tersebut tidak terpenuhi unsurnya, maka tidak dapat dikategorikan ke dalam delik atau perbuatan pidana.
Unsur mutlak delik adalah melawan hukum, dimana perbedaan ajaran formil dengan materiil yaitu : 1. Materiil, sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tiap-tiap tindak pidana, juga bagi yang dalam rumusannya tidak menyebut unsur-unsur. Formil, sifat tersebut tidak selalu menjadi unsur delik, hanya jika dalam rumusan delik disebutkan dengan nyata-nyata barulah menjadi unsur delik.
Unsur-unsur melawan hukum formil meliputi Andi Hamzah, Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang tidak dikehendaki oleh undang-undang. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam keadaan jiwanya.
Unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut dilakukan.
Jadi meskipun perbuatan itu. Unsurunsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di ivar din pelaku tindak pidana. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.
Menurut Satochid Kartanegara Leden Marpaung, bahwa: "Unsur delik terdiri atas unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif adalah unsur yang terdapat di luar diri manusia, yaitu berupa: 1. Suatu tindakan; 2. Unsur subjektif adalah unsur-unsur dari perbutan yang dapat berupa : 1. Kemampuan toerekeningsvatbaarheid ; 2. Kesalahan schuld ". Menurut Tongat : unsur-unsur delik terdiri atas dua macam yaitu:. Co-production practitioners network A network for co-production practitioners.
Blogs Forum. Co-production Email Dige. Skripsi tentang hukum pidana pdf. Add a Comment You need to be a member of Co-production practitioners network to add comments! Hello, you need to enable JavaScript to use Co-production practitioners network. Sebuah Lembaga Perlindungan Anak di Jawa Timur LPA Jatim , dalam datanya mengenai tingkat kejahatan perkosaan yang terjadi pada anak, mengungkapkan bahwa kasus perkosaan anak mengalami peningkatan yang cukup memprihatinkan.
Disebutkan dalam laporan tahunan lembaga tersebut, pada tahun kekerasan seksual pada anak mencapai 81 kasus. Pada tahun di triwulan pertama sampai bulan Maret, di Jawa Timur telah terdapat 53 anak dibawah umur yang menjadi korban perkosaan. Ditengarai bahwa kasus perkosaan yang terjadi jumlahnya lebih banyak dari data yang diperoleh oleh lembaga tersebut. Mengungkap suatu kasus perkosaan pada tahap penyidikan, akan dilakukan serangkaian tindakan oleh penyidik untuk mendapatkan bukti-bukti yang terkait dengan tindak pidana yang terjadi, berupaya membuat terang tindak pidana tersebut, dan selanjutnya dapat menemukan pelaku tindak pidana perkosaan.
Terkait dengan peranan dokter dalam membantu penyidik memberikan keterangan medis mengenai keadaan korban perkosaan, hal ini merupakan upaya untuk mendapatkan bukti atau tanda pada diri korban yang dapat menunjukkan bahwa telah benar terjadi suatu tindak pidana perkosaan.
Keterangan dokter yang dimaksudkan tersebut dituangkan secara tertulis dalam bentuk surat hasil pemeriksaan medis yang disebut dengan visum et repertum.
Menurut pengertiannya, visum et repertum diartikan sebagai laporan tertulis untuk kepentingan peradilan pro yustisia atas permintaan yang berwenang, yang dibuat oleh dokter, terhadap segala sesuatu yang dilihat dan ditemukan pada pemeriksaan barang bukti, berdasarkan sumpah pada waktu menerima jabatan, serta berdasarkan pengetahuannya yang sebaik-baiknya4. Dalam kenyataannya, pengusutan terhadap kasus dugaan perkosaan oleh pihak Kepolisian telah menunjukkan betapa penting peran visum et repertum.
Sebuah surat kabar memuat berita mengenai kasus dugaan perkosaan yang terjadi di daerah hukum Polresta Tanjung Perak Surabaya, terpaksa kasus tersebut dihentikan pengusutannya oleh pihak Kepolisian disebabkan hasil visum et repertum tidak memuat keterangan mengenai tanda terjadinya persetubuhan. Orang tua korban dengan dibantu oleh sebuah lembaga perlindungan perempuan, berupaya agar pihak Kepolisian dapat meneruskan pengusutan kasus tersebut karena menurut keterangan lisan yang disampaikan dokter pemeriksa kepada keluarga korban menyatakan bahwa selaput dara korban robek dan terjadi infeksi.
Permintaan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena pihak Kepolisian mendasarkan tindakannya pada hasil visum et repertum yang menyatakan tidak terdapat luka robek atau infeksi pada alat kelamin korban. Disebutkan oleh Kapolresta Tanjung Perak Surabaya bahwa karena hasil visum dokter menyatakan selaput dara masih utuh, maka tidak ada alasan bagi polisi untuk melanjutkan pemeriksaan kasus tersebut.
Pembuktian terhadap unsur tindak pidana perkosaan dari hasil pemeriksaan yang termuat dalam visum et repertum, menentukan langkah yang diambil pihak Kepolisian dalam mengusut suatu kasus perkosaan. Dalam kenyataannya tidak jarang pihak Kepolisian mendapat laporan dan pengaduan terjadinya tindak pidana perkosaan yang telah berlangsung lama.
Dalam kasus yang demikian barang bukti yang terkait dengan tindak pidana perkosaan tentunya dapat mengalami perubahan dan dapat kehilangan sifat pembuktiannya. Tidak hanya barang-barang bukti yang mengalami perubahan, keadaan korban juga dapat mengalami perubahan seperti telah hilangnya tanda-tanda kekerasan. Mengungkap kasus perkosaan yang demikian, tentunya pihak Kepolisian selaku penyidik akan melakukan upaya-upaya lain yang lebih cermat agar dapat ditemukan kebenaran materiil yang selengkap mungkin dalam perkara tersebut.
Sehubungan dengan peran visum et repertum yang semakin penting dalam pengungkapan suatu kasus perkosaan, pada kasus perkosaan dimana pangaduan atau laporan kepada pihak Kepolisian baru dilakukan setelah tindak pidana perkosaan berlangsung lama sehingga tidak lagi ditemukan tanda-tanda kekerasan pada diri korban, hasil pemeriksaan yang tercantum dalam visum et repertum tentunya dapat berbeda dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan segera setelah terjadinya tindak pidana perkosaan.
Terhadap tanda-tanda kekerasan yang merupakan salah satu unsur penting untuk pembuktian tindak pidana perkosaan, hal tersebut dapat tidak ditemukan pada hasil pemeriksaan yang tercantum dalam visum et repertum. Menghadapi keterbatasan hasil visum et repertum yang demikian, maka akan dilakukan langkah-langkah lebih lanjut oleh pihak penyidik agar dapat diperoleh kebenaran materiil dalam perkara tersebut dan terungkap secara jelas tindak pidana perkosaan yang terjadi.
Berdasarkan latar belakang diatas, permasalahan yang dapat diangkat untuk selanjutnya diteliti dan dibahas dalam penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut :. Berdasarkan permasalahan yang dibahas dalam penulisan skripsi ini, penelitian yang dilakukan untuk membahas permasalahan tersebut mempunyai tujuan:. Memperhatikan tujuan penelitian yang ada, maka penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat :. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan pengetahuan dan gambaran mengenai realitas penerapan hubungan ilmu hukum khususnya hukum pidana dengan bidang ilmu lainnya yaitu ilmu kedokteran.
0コメント